Untuk menentukan besar masalah yang ada pada individu, diperlukan suatu asesmen klinik secara lengkap, dimana hasil asesmen ini merupakan dasar untuk menentukan diagnosis serta intervensi atau rencana terapi yang sesuai untuk individu yang bersangkutan. Secara umum asesmen dapat digambarkan sebagai suatu proses mendapatkan informasi tentang klien secara komprehensif, baik pada saat klien memulai program, selama menjalani program, hingga selesai mengikuti program. Informasi tentang klien pada umumnya dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu observasi, wawancara, serta pemeriksaan medik.
Dalam menentukan diagnosis gangguan penggunaan narkotika ada dua langkah yang bisa dilakukan, yang pertama adalah skrining dengan menggunakan instrumen tertentu.Tujuan skrining ini hanya untuk mendapatkan informasi adakah suatu faktor resiko dan atau masalah yang terkait dengan penggunaan narkotika. Berbagai instrumen skrining dan asesmen yang dapat digunakan dalam menggali permasalahan terkait gangguan penggunaan narkotika telah dikembangkan secara global, baik yang diinisiasi oleh lembaga-lembaga penelitian di negara maju, maupun badan-badan dunia khususnya WHO. Beberapa instrumen yang mengakomodasi penggunaan berbagai jenis narkotika antara lain :
Penyakit kecanduan (adiksi) adalah suatu penyakit otak, dimana zat aktif mempengaruhi area pengaturan prilaku. Sebagai akibatnya, gejala dan tanda utama dari penyakit adiksi adalah prilaku. Berbeda dengan kebanyakan penyakit lainnya, pada adiksi, aspek yang terpengaruh karena kondisi adiksi memiliki rentang yang luas, mulai dari citra diri, hubungan interpersonal, kondisi finansial, aspek hukum, sekolah/pekerjaan, sampai dengan kesehatan fisik. Melihat kompleksitas yang dihasilkan dari kondisi adiksi, itu sebabnya mengapa proses asesmen merupakan aspek penting dari pendekatan penyakit adiksi. Asesmen yang berkualitas menghubungkan diagnosis dengan penatalaksanaan awal, memastikan akurasi diagnosis awal, dan mengidentifikasi jenis terapi dan rehabilitasi yang paling efisien dan efektif. Untuk mendapatkan gambaran klinis dan masalah yang lebih mendalam dilakukanlah asesmen klinis.
Ada beberapa alat yang umumnya digunakan untuk dapat mengenali keterlibatan seseorang pada narkotika :
Hal yang harus diperhatikan adalah penemuan kasus melalui alat skrining di atas perlu dilanjutkan dengan proses asesmen sehingga diperoleh gambaran klinis yang komperhensif. Urinanalisis merupakan alat skrining yang paling sering digunakan, tidak saja oleh petugas kesehatan tetapi terutama oleh penegak hukum. Terjadi pemahaman yang keliru pada banyakpetugas, khususnya penegak hukum bahwa urinanalisis dapat menjadi alat penegak diagnosis. Urin analisis yang dilakukan tanpa disertai wawancara/instrumen skrining tentang riwayat penggunaan narkotika termasuk obat-obatan resep dokter, dapat menimbulkan salah diagnosis. Urin analisis hanya merupakan skrining awal yang penting untuk mendeteksi penggunaan natkotika dalam kondisi akut. Hasil urinanalisis dapat sulit diinterpretasikan karena sering hanya mendeteksi penggunaan yang baru saja dan tidak mudah untuk membedakan antara penggunaan legal atau tidak legal.
Yang perlu diperhatikan dalam tes skrining narkotika secara biologi :
Langkah-langkah asesmen klinis :
a. Asesmen awal
Asesmen awal yaitu, asesmen yang dilakukan pada saat klien berada pada tahap awal rehabilitasi, umumnya dilakukan pada dua sampai empat minggu pertama. Asesmen awal umumnya dapat diselesaikan dalam dua sampai tiga minggu pertemuan. Pada beberapa pasien dengan kondisi fisik baik dan sikap yang kooperatif, asesmen bahkan dapat diselesaikan dalam sekali pertemuan.
b. Rencana terapi
Pada sebagian besar klien, terapi yang dibutuhkan umumnya berkait dengan terapi rehabilitasi masalah penggunaan narkoba. Namun mereka juga membutuhkan terapi-terapi terkait lainya, seperti misalnya konseling keluarga, pelatihan vokasional, pelatihan menjadi orang tua yang efektif, dan lain-lain.
c. Asesmen lanjutan
Asesmen bagi klien tidak hanya dilakukan pada saat masuk program terapi rehabilitasi, namun perlu diulang pada kurun waktu selama dia berada dalam program dan ketika yang bersangkutan selesai mengikuti program. Hal ini bertujuan untuk :
- Melihat kemajuan yang terjadipada diri klien.
- Mengkaji isu-isu terkini yang menjadi masalah bagi klien dan informasi baru yang diperoleh selam klien menjalani proses terapi.
- Melakukan kajian atas rencana terapi dan melakukan penyesuaian rencana terapi.
Penegakkan diagnosis merupakan suatu proses yang menjadi dasar dalam menentukkan rencana terapi selanjutnya. Beberapa prinsip dalam menegakkan diagnosis bagi pengguna narkotika, antara lain:
Komorbiditas atau lebih dikenal sebagai dual diagnosis adalah diagnosis dari dua atau lebih gangguan psikiatri pada satu klien. Komorbiditas yang paling sering terjadi mengenai penyalahgunaan dua macam zat, misalnya alkohol dan zat lainnya. Diagnosis psikiatrik lainnya yang pada umumnya ditemukan pada penyalahguna zat adalah gangguan kepribadian antisosial, fobia (dan ganghuan cemas lainnya), gangguan depresi berat, dan gangguan distimia. Hubungan antara penyalahguna narkotika dengan ganghuan kepribadian atau mood atau gangguan ce,as pada orang dewasa dan gangguan pemusatan perhatian dan gangguan mood pada remaja merupakan hal yang sering terjadi. ( dr.Fitri )
Sumber:
Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementrian Kesehatan (2013), Modul Asesmen Dan Rencana Terapi Gangguan Penggunaan Napza Edisi Revisi 2013.
Badan Narkotika Naional (2012), Petunjuk Teknis Rehabilitasi Non Komunitas Teraputik Komponen Masyarakat.
National Institute on Drug Abuse (2010), Screening For Drug Use in General Medical Setting Resoures Guide.