Melepas Lingkaran Adiksi Dengan Lingkaran “Mandala”

Print

Adiksi menjadi suatu hal yang tidak asing lagi untuk didengar di sekeliling kita dan sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.Bahkan, banyak perilaku yang tidak pernah diduga sebelumnya termasuk dalam perilaku adiksi.Berbagai macam metode telah dikembangkan untuk mengatasi hal ini, baik dari bidang medis maupun sosial. Semua pendekatan akan menjadi lebih maksimal ketika terjadi kolaborasi antar masing-masing pen-dekatan. Salah satu pendekatan dalam psikologi yang mulai sering digunakan untuk melepas pola-pola adiksi adalah dengan art therapy atau terapi seni, dimana salah satu media seni yang cukup sering digunakan adalah terapi mandala.

Seperti yang ditulis oleh Harvey Milkman and Stanley Sunderwirth dalamCraving for Ecstasy: The Consciousness & Chemistry of Escape (1988), perilaku adiksi sangat dipengaruhi oleh harapan pecanduakan perubahaan mood atau emosi tertentu. Seseorang dengan adiksi akan mengalami dorongan atau fantasi yang umumnya menyebabkan perasaan bahagia, aman, tenang dan perasaan mampu menghadapi apapun. Padahal, efek samping dari semua perasaan tersebut memungkinkan seorang addict mengalami ketakutan akan ketidakberdayaan dirinya yang akhirnya mengarahkan mereka pada perasaan sedih dan putus asa. Berdasarkan hal tersebut, jelas sekali terlihat bahwa adiksi sangat berkaitan erat dengan mood ataupun emosi seseorang.

Hal inilah yang akhirnya menjadikan terapi mandala bermanfaat untuk memutus lingkaran adiksi, di mana sejak awal ditemukannya terapi mandala sering digunakan untuk mengurangi salah satu emosi negatif, yaitu kecemasan.Dalam jurnal Form and Boundaries of Art with Aesthetic Cognition in Art Therapy (2014),dijelaskan bahwa terapi mandala memiliki fungsi menenangkan dan merilekskan. Terapi yang memiliki makna lingkaran ini, terdiri dari beragam motif yang nantinya klien akan diminta untuk mewarnai pola-pola tersebut sesuai dengan keinginannya. Menurut filosofinya, terapi ini banyak memperhatikan komposisi pola detail yang dikombinasikan dengan unsur alam.Maka dari itu secara tidak langsung terapi ini berdampak positif untuk perkembangan klien terutama perkembangan jiwa.

Ketika seseorang menyelesaikan mandala, maka kondisi tersebut menyerupai meditasi dengan kesadaran penuh. Proses tersebut akan menjadikan individu fokus pada satu tujuan dan menghindari keinginan-keinginan yang tidak seharusnya. Pada kasus adiksi, fokus menjadi hal utama dalam proses pemulihan dan rehabilitasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Capital University, penggunaan mandala sebagai media terapi akan memfasilitasi munculnya kesadaran diri yang jika dilakukan secara berkelanjutan akan memunculkan pengetahuan dan pemaknaan baru bagi individu. Selain itu, klien dengan adiksi akan mampu mengeskpresikan emosi, pikiran, harapan serta ketakutannya dengan lebih baik, sehingga secara tidak langsung menurunkan kecemasan dan stres yang dirasakan oleh klien.

Dengan adanya peningkatan kesadaran dan penurunan kecemasan yang dialami klien adiksi, terapi mandala dapat memfasilitasi klien untuk terhindar dari kondisi yang paling dikhawatirkan, yaitu kekambuhan kembali (relaps).Terapi mandala dapat membantu klien mengamati hasil kerjanya dengan cara menganalisis dan merefleksikan kembali apa yang telah mereka perbuat. Ini adalah bentuk strategi penyelesaian masalah klien untuk tetap berfokus pada tujuan positif diantara pilihan negatif lainnya. Di Balai Besar Rehabilitasi Narkotika Nasional (BNN), terapi mandala merupakan salah satu terapi yang sudah cukup sering digunakan. Hasil pengamatan dan wawancara dengan residen di BNN menunjukkan hasil bahwa perasaan nyaman dan emosi stabil yang dirasakan klien dapat menumbuhkan pemahaman-pemahaman baru terkait dengan perilaku adiksi sehingga mereka dapat lebih mudah dalam berpikir serta menentukan pilihan yang terbaik untuk diri dan lingkungannya. (Made Padma Dewi Bajirani S.Psi.& Virda Mutiara, S.Psi.)