Salah satu produk yang sangat banyak digunakan dan menjadi permasalahan dunia adalah rokok. Rokok menjadi perhatian global karena masalah yang ditimbulkan, baik mengenai kecanduannya, maupun efek kesehatan lain yang sangat merugikan. Tak hanya orang dewasa, perokok berusia muda pun banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, dan seolah-olah telah menjadi gaya hidup masyarakat. WHO melansir laporan bahwa prevalensi perokok dunia berusia 15 tahun ke atas sebesar 22%. Begitu pula jumlah perokok di Indonesia yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, untuk perokok berusia 15 tahun ke atas. Jika pada tahun 1995, prevalensinya sebesar 27.2 %, di tahun 2013 sudah mencapai 36.3%.
Sudah lama pula kita mendengar jargon bahwa rokok adalah gerbang pemakaian narkoba, benarkah demikian? Salah satu bahan aktif dalam rokok adalah nikotin. Nikotin merupakan bahan adiktif yang sangat mudah diakses dan ditemukan. Studi-studi epidemiologi menunjukkan bahwa pemakaian rokok dan alkohol merupakan gerbang pemakaian narkoba lain. Survey Nasional di Amerika Serikat pada 90 % pemakai kokain usia 18 – 34 tahun menyebutkan bahwa mereka terlebih dahulu merokok sebelum memakai kokain. Begitu juga dengan kebanyakan pasien-pasien di tempat rehabilitasi narkoba di Indonesia, kebanyakan dari para penyalah guna maupun pecandu narkoba juga merupakan perokok. Para ahli telah mengamati fenomena ini sejak lama, namun demikian para ahli belum mengetahui mekanisme nikotin secara biologi yang mempengaruhi pemakaian narkoba lain.
Pada tahun 2011, sebuah tim riset yang diketuai oleh Dr Eric Kandel, dari Columbia University dengan dukungan dana dari National Institute on Drug Abuse (NIDA) mempublikasikan hasil riset mengenai nikotin dengan judul A Molecular Basis for Nicotine as a Gateway Drug di New England Journal of Medicine (NEJM). Dalam penelitian ini disebutkan bahwa mencit yang diberikan minum yang mengandung nikotin selama 7 hari, menunjukkan peningkatan respons terhadap kokain. Juga terdapat perubahan aktivitas sinyal di otak yang disebut dengan long-termpotentiation.
Pada penelitian-penelitian sebelumnya didapatkan fakta bahwa tingkat ekspresi gen yang disebut dengan FosB di area striatum otak berhubungan dengan kecanduan nikotin. Pada penelitian yang dilakukan oleh Dr Kandel dan kawan-kawan, juga didapatkan fakta pemberian nikotin selama 7 hari tersebut meningkatkan ekspresi FosB sebesar 61%. Ketika diberikan kokain, mencit yang terlebih dahulu diberikan nikotin mengalami peningkatan ekspresi FosB sebesar 74 % dibandingkan tikus yang tidak diberikan nikotin terlebih dahulu. Penelitian lain sebelumnya juga menemukan bahwa kokain akan merubah struktur DNA melalui proses yang disebut histoneacetylation, dan proses ini akan mempengaruhi ekspresi dari FosB. Pemberian nikotin selama 7 hari pada mencit tersebut ternyata juga akan meningkatkan proses histoneacetylation ini. Nikotin meningkatkan proses ini dengan menghambat molekul yang berperan dalam proses umpan balik asetilasi ini. Penelitian ini semakin meningkatkan pemahaman hubungan antara nikotin dan kecanduan zat lain serta menimbulkan harapan akan model treatment yang efektif untuk orang-orang yang mengalami kecanduan zat.
Setelah kita mengetahui bersama mengenai hubungan secara molekuler antara nikotin dan pemakaian zat lain, diharapkan upaya pengendalian penggunaan rokok di Indonesia juga semakin gencar, terutama pada penggunaan di kalangan anak-anak dan remaja, dimana pada usia tersebut otak sedang dalam tahap maturasi, yang jika terganggu oleh kecanduan zat baik rokok, alkohol maupun jenis narkoba lain akan sangat merugikan generasi muda bangsa Indonesia.
Bagaimana mengatur supaya rokok tidak didapatkan dengan mudah oleh anak-anak dan remaja merupakan tantangan bersama. Pemerintah sebagai regulator diharapkan membuat peraturan dan melaksanakannya dengan konsisten, hingga ke tingkat yang paling bawah, khususnya peredaran rokok secara eceran. Sebagai orang tua dan anggota masyarakat, janganlah kita memberikan contoh yang buruk pada generasi muda kita, berikanlah contoh yang baik dengan tidak merokok dan tidak menyuruh anak-anak untuk membeli rokok.
Dan akhirnya, marilah kita hidup secara sehat!
*diadaptasi dari tulisan penulis di selasar.com dengan judul yang sama