Artikel
  • Register

Kondisi Psikologis Remaja yang Rentan Terhadap Penyalahgunaan Narkoba

Mayoritas penyalah guna narkoba memulai konsumsi narkoba di usia remaja. Apa sebenarnya yang membuat remaja rentan terhadap penyalah-gunaan narkoba? Badan Narkotika Nasional (BNN) Republik Indonesia menjelaskan mengenai beberapa aspek dari kondisi psikologis remaja yang membuat remaja rentan terhadap penyalahgunaan narkoba, sebagai berikut :

1. Jiwa remaja yang masih labil.

Jiwa remaja yang masih labil, mudah dipengaruhi dan diiming-imingi oleh kenikmatan semu tanpa memikirkan akibatnya di masa depan. Hal itu terjadi karena remaja sedang berada dalam masa pencarian jati diri, yaitu mencari siapa dirinya dan apa yang seharusnya ia perbuat sebagai individu.

2. Dorongan kuat untuk mencoba hal-hal baru.
Dalam proses pencarian jati diri, remaja akan melakukan eksplorasi diri dengan mencoba segala hal baru atau petualangan hidup, seperti kehidupan seks dan penggunaan narkoba.

3. Rasa ingin tahu yang tinggi.
Kalau di masa kanak - kanak, keingintahuan terhadap sesuatu diatasi dengan pelontaran berbagai pertanyaan kepada orang dewasa, maka remaja akan lebih tertarik untuk mencari tahu sendiri jawabannya dan mencoba secara langsung.

4. Jiwa remaja penuh gejolak pemberontakan.
Gejolak tersebut adalah gejolak ingin mendapatkan pengakuan bagi keberadaan dirinya. Ia juga ingin mendapatkan kepercayaan dan tanggung jawab, berprestasi, menunjukkan keberanian, menonjolkan diri, mendapatkan penghargaan, kebebasan, dan kemandirian. Remaja juga cenderung menunjukkan pemberontakan pada kekuasaan otoritas seperti orangtua, guru, atau orang dewasa lainnya serta nilai, norma dan aturan yang berlaku yang dianggap mengekang.

5. Pengaruh kuat kelompok pergaulan.
Hal yang paling terlihat sekali di masa remaja yaitu terbentuknya kelompok-kelompok pergaulan teman sebaya (peer) yang ditandai oleh kekompakan, kesetiaan, dan solidaritas yang tinggi pada kelompok-nya. Kepatuhan kepada teman sebayanya bahkan mengalahkan kepatuhan remaja kepada orangtua. Solidaritas terhadap peer sebenarnya dapat menjadi hal yang positif bagi pengembangan kepribadian, penemuan identitas diri, peningkatan self esteem, dan pengembangan kepekaan dan ketrampilan sosial selama peer remaja adalah peer yang positif, bukan justru destruktif.

6. Tekanan dari orangtua dan lingkungan yang kurang memahami remaja.
Gejolak pemberontakan remaja seringkali diper-parah oleh sikap dan perlakuan orangtua dan lingkungan yang tidak memahami mereka. Orangtua yang memandang anak adalah sepenuhnya miliknya yang harus dijaga, dilindungi, diarahkan sesuai aturan yang dianggap baik oleh orangtua. Orangtua tersebut justru akan semakin berusaha menekan dan meng-hukum jika perilaku anaknya tidak sesuai dengan harapannya. Dampaknya adalah remaja justru akan lari dan semakin kuat menggabungkan diri pada teman-teman yang lebih memahami keinginannya. Jika teman-teman yang ia temui adalah pecandu narkoba aktif maka ia akan terbawa ke lingkungan yang salah.

7. Rasa frustasi karena tidak terpenuhinya kebutuhan.
Setiap orang memiliki kebutuhan termasuk remaja. Kebutuhan akan rasa aman, harga diri, dan juga eksistensi diri. Remaja mudah sekali terpengaruh lingkungan pergaulan ataupun media massa yang membuat mereka ingin menirunya. Jika keadaan atau lingkungan membuat remaja tidak mendapatkan apa yang diinginkan akan menimbulkan perasaan tertekan yang dapat memicu pelarian seperti penyalahgunaan narkoba.

Hal-hal di atas hendaknya dipahami oleh remaja maupun orang dewasa (terutama orangtua) sehingga dapat lebih melihat permasalahan yang muncul di masa remaja secara lebih mendalam dan konstruktif. Memahami remaja bukan berarti membiarkan mereka 'terjun bebas' dalam pergaulan dan mengikuti semua keinginan remaja, tetapi lebih kepada memberikan kepercayaan kepada mereka disertai tanggung jawab dan pengawasan secara terus-menerus tanpa harus bersikap protektif dan mengontrol secara berlebihan.

Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi

Tanggal 31 Oktober 1974 diresmikan oleh Ibu Tien Suharto, realisasi Bakolak Inpres No: 6 Tahun 1971 sebagai Pilot Project DKI Jakarta, dengan nama Wisma Pamardi Siwi yang berfungsi sebagai tahanan wanita & anak-anak nakal sebelum diperkarakan / diajukan ke pengadilan.